Mukaddimah Kajian Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu
Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny
Mukaddimah Kajian Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 9 Syawwal 1441 H / 1 Juni 2020 M.
Kajian Tentang Mukaddimah Kajian Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu
Kajian ini akan membahas tentang pembahasan fikih. Dan yang akan kita jadikan sebagai rujukan utama adalah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu (صحيح فقه السنة وأدلته) yang dikarang oleh Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim.
Namun sebelum masuk ke pembahasan masalah fikih, terutama fikih ibadah yang akan kita bahas yang mudah-mudahan Allah memudahkannya, saya ingin memberikan pengantar-pengantar atau mukaddimah yang akan membahas tentang masalah-masalah yang sangat penting untuk kita ketahui sebelum kita masuk dalam pembahasan masalah-masalah fikih. Yaitu diantaranya:
1. Hakikat ilmu fikih
Hakikat ilmu fikih adalah sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama:
معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية.
“Mengetahui hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan amal-amal lahiriyah berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci.”
Inilah hakikat ilmu fikih sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama. Mengetahui hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan lahir berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci.
Dari hakikat ilmu fikih ini, kita bisa mengetahui bahwa dalam ilmu fikih kita diwajibkan untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah. Karena disebutkan di situ: “Berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci.” Dan dalil-dalil syariat itu sumbernya hanya dua; Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun dalil-dalil yang lainnya, maka ini hanya percabangan dari dua dalil ini saja.
Jadi memang di dalam syariat Islam banyak dalil yang bisa kita gunakan sebagai sandaran hukum. Namun semua dalil itu sebenarnya bermuara pada dua dalil inti, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka kalau kita melihat di dalam dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah, banyak perintah untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah ini saja. Kenapa demikian? Karena dalil-dalil yang lain itu hanya sebagai pengikut. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala, beliau mengatakan: “Adapun dalil-dalil yang lainnya, maka itu hanya sebagai pengikut dari dua dalil yang ada; yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.”
Makanya, coba kita lihat di banyak ayat di dalam Al-Qur’an, kita akan mendapati perintah untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah, ini bukan berarti kita tidak boleh mengikuti ijma’, bukan berarti kita tidak boleh mengikuti qiyas, bukan berarti kita tidak boleh mengikuti perkataan sahabat atau mengikuti dalil-dalil yang lainnya. Karena semua dalil yang lainnya itu telah dicakup oleh Al-Qur’an dan Sunnah petunjuknya.
Misalnya kita lihat firman Allah Subhanahu wa Ta’Ala di dalam surat An-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ…
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kepada Ulil Amri kalian...”
…فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّـهِ وَالرَّسُولِ …
“…maka apabila kalian berselisih pendapat dalam suatu masalah, maka kembalikanlah masalah tersebut kepada Allah dan RasulNya…”
… إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ…
“…apabila kalian benar-benar berian kepada Allah dan hari akhir...” (QS. An-Nisa[4]: 59)
Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk mentaati Allah dan RasulNya. Apabila ada perselisihan, maka kembalikanlah kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kembalikan kepada Allah dan RasulNya. Hanya dua, karena yang lain mengikut Al-Qur’an dan Sunnah.
Coba kita lihat juga di dalam Surat Ali-Imran. Allah Subhanahu wa Ta’Ala berfirman:
وَأَطِيعُوا اللَّـهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٣٢﴾
“Taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, agar kalian dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Ali-Imran[3]: 132)
Di surat Ali Imran ayat 32, Allah Subhanahu wa Ta’Ala mengatakan:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّـهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ ﴿٣٢﴾
“Katakanlah (wahai Muhammad), taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, apabila kalian berpaling maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’Ala tidak menyukai orang-orang yang kafir.” (QS. Ali-Imran[3]: 32)
Hanya disebutkan taat kepada Allah dan RasulNya. Karena dalil-dalil yang lainnya itu mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah.
وَمَن يُطِعِ اللَّـهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَـٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّـهُ عَلَيْهِم…
“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka itulah orang-orang yang diberikan kenikmatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’Ala kepada mereka.” (QS. An-Nisa[4]: 69)
..وَمَن يُطِعِ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ﴿٧١﴾
“…Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka dia telah mendapatkan kemenangan yang agung.” (QS. Al-Ahzab[33]: 71)
Ayat yang menjelaskan masalah ini banyak sekali. Dan semuanya membatasi ketaatan kita kepada Allah dan RasulNya. Jangan sampai kita memahami bahwa kita tidak boleh -misalnya- berdalil dengan ijma’, kita tidak boleh berdalil dengan qiyas, kita tidak boleh berdalil dengan dalil-dalil yang lainnya, jangan sampai kita memahami demikian. Karena Al-Qur’an dan Sunnah memberikan petunjuk kepada kita untuk berdalil dengan ijma’, memberikan petunjuk kepada kita untuk berdalil dengan qiyas, memberikan petunjuk kepada kita untuk berdalil dengan dalil-dalil yang lainnya.
Ini masalah yang pertama. Dalam membahas masalah fikih, kita harus mengikuti dalil-dalil yang mu’tabar, dalil-dalil yang dirumuskan oleh para ulama, yang dijelaskan oleh para ulama bahwa itu adalah dalil-dalil yang bisa dijadikan sebagai sandaran hukum. Sehingga jangan sampai ketika kita mengatakan sebuah pendapat dalam masalah fikih, jangan sampai kita mengatakan pendapat tanpa berdasar dalil sama sekali.
2. Tidak taklid buta
Para Imam semuanya mengajak kepada kita untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak bertaklid buta kepada mereka. Baik itu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Imam-Imam yang lainnya, mereka semuanya mengajak kita untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak bertaklid buta kepada mereka.
Saya bawakan di sini sebagian perkataan para Imam tersebut.
Nasihat Imam Abu Hanifah Rahimahullahu Ta’ala
إذا صح الحديث فهو مذهبي
“Apabila hadits telah jelas keshahihannya, maka itulah madzhabku.”
Beliau juga mengatakan:
لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا ما لم يعلم من أين أخذناه
“Tidak dibolehkan bagi seorang pun untuk mengambil pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.”
Beliau juga mengatakan:
حرام على من لم يعرف دليلي أن يفتي بكلامي
“Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku dalam berpendapat untuk berfatwa dengan pendapatku.”
Beliau juga mengatakan:
إذا قلت قولا يخالف كتاب الله تعالى وخبر الرسول صلى الله عليه وسلم فاتركوا قولي
“Apabila aku mendapatkan sebuah pendapat yang pendapat tersebut menyelisihi Kitabullah dan menyelisihi kabar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka tinggalkan pendapatku.”
Perkataan-perkataan dari Imam Abu Hanifah ini menjelaskan kepada kita tentang wajibnya kita mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dan jangan sampai kita bertaklid buta kepadanya, jangan sampai kita fanatik buta kepada beliau Imam Abu Hanifah Rahimahullahu Ta’ala.
Nasihat Imam Malik Rahimahullahu Ta’ala
Imam Malik Rahimahullah juga mengajak kita untuk mengikuti Al-Qur’an dan sunnah dan melarang kita untuk bertaklid buta kepada beliau. Dan banyak sekali perkataan-perkataan beliau yang menunjukkan hal ini. Di antara perkataan beliau yang menunjukkan hal ini:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه
“Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa, aku bisa salah aku juga bisa benar, maka lihatlah pendapatku. Maka semua pendapatku yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ambillah. Dan semua pendapatku yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka tinggalkan pendapat itu.”
Jelas. Perkataan ini mengajak kepada kita untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dan melarang kita untuk fanatik buta kepada beliau Imam Malik Rahimahullahu Ta’ala.
Dalam perkataannya yang sangat masyhur, beliau mengatakan:
ليس أحد بعد النبي «صلى الله عليه وسلم» إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلى الله عليه وسلم.
“Tidak ada seorangpun setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kecuali perkataannya bisa diambil dan bisa juga ditinggalkan kecuali Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Tidak terkecuali diri beliau, Imam Malik Rahimahullahu Ta’ala. Sehingga dari sini kita memahami bahwa Imam Malik Rahimahullahu Ta’ala mengajak murid-muridnya, mengajak seluruh kaum muslimin, agar tidak bertaklid buta kepada beliau.
Nasihat Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala
Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala adalah Imam yang sangat kita banggakan, yang sangat kita cintai, kita junjung tinggi, beliau juga mengajak kita untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak bertaklid kepada diri beliau.
Dan banyak sekali perkataan-perkataan belaiu yang menunjukkan hal ini. Beliau mengatakan dalam perkataan yang sangat masyhur:
إذا صح الحديث فهو مذهبي
“Apabila hadits telah jelas keshahihannya, maka itulah madzhabku.”
Beliau juga mengatakan:
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت
“Apabila kalian dapatkan di kitabku ada pendapat yang menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka berpendapatlah dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tinggalkan perkataanku.”
Ketika Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala mengatakan demikian, itu menunjukkan bahwa beliau membuka kemungkinan ada perkataan beliau yang menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ada kemungkinan ini. Kalau kemungkinan ini terjadi, maka beliau katakan: “Ikutlah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tinggalkan perkataanku.”
Dalam riwayat lain, dari perkataan beliau dikatakan:
فاتبعوها ولا تلتفتوا إلى قول أحد
“Ikuti sunnah itu, dan jangan sampai engkau menoleh kepada perkataan siapapun.”
Tidak usah dilihat perkataan orang lain apabila disana sudah ada perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dalam perkataan beliau yang lain, beliau mengatakan:
إذا رأيتموني أقول قولا وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم خلافه فاعلموا أن عقلي قد ذهب
“Apabila kalian melihat aku berpendapat dengan sebuah pendapat, padahal telah shahih dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perkataan yang menyelisihinya, maka ingatlah ketika itu akalku telah hilang.”
“Ingatlah ketika itu akalku telah hilang”, maksudnya aku gila ketika itu. Ini menunjukkan bahwa Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala mengajak kita untuk mengikuti dalil.
Simak penjelasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-23:00
Download mp3 Kajian Tentang Mukaddimah Kajian Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48497-mukaddimah-kajian-kitab-shahihu-fiqhis-sunnah-wa-adillatuhu/